Rabu, 03 Desember 2014

Majalah AL-MUNIR (1911-1916)

AL-MUNIR (1911-1916)

ABSTRAK 
Sejarah penerbitan Al-Munir (1911-1916) tidak bisa dilepaskan dari majalah Al-Imam (1906-1909) yang diterbitkan di Singapura. Al-Munir sebagai pengganti Al-Imam bercita-cita memajukan bangsa Melayu-Indonesia, baik dalam masalah agama maupun dalam masalah sosial. Media dakwah ini disebarkan melalui jaringan Kaum Muda mulai dari Minangkabau ke daerah, Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Palembang, Lampung, Jawa, Sulawesi sampai ke Kalimantan. Bahkan penyebarannya juga mencapai Malaysia,  Thailand serta Kamboja. Al-Munir telah memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan dakwah di Nusantara pada awal abad ke 20 M. 
Key word: Dakwah, Al Munir 
A. Pendahuluan Mengambil nama Al-Munir 2 sebagai nama jurnal jurusan KPI Fakultas Dakwah IAIN ”IB” Padang, tidak terlepas dari sejarah Al-Munir yang terbit di antara tahun 1911 sampai 1916 di Padang. Peranan yang telah dimainkan oleh Al-Munir pada awal abad ke 20 M di Nusantara tidak tergantikan sampai sekarang ini. Oleh sebab itu sangat beralasan jika kejayaan Al- Munir menjadi inspirasi bagi jurnal Al-Munir.  Apa dan bagaimana perjalanan sejarah Al-Munir, akan diuraikan seperti di bawah ini. 
 4 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
B. Identitas Al-Munir Majalah Al-Munir berada di bawah organisasi Jami’ah Adâbiyah, dengan alamat di Jalan Pondok Padang. Ditampilkan dalam tulisan Arab Melayu, akan tetapi ejaan yang digunakan adalah ejaan yang dipakai pada sekolah-sekolah pemerintahan (Belanda) (Al-Munir, Vol. I, No. 1, 1911: 2). Halaman luar (cover) terbagi kepada dua bahagian, sebelah atas dan sebelah bawah. Di  tengah-tengah seperdua halaman atas terdapat lingkaran bulan, di tengah-tengah lingkaran bulan didapati tulisan ﺍﳌﻨﲑﹺ dan di atas tulisan ﺍﳌﻨﲑﹺ  terdapat gambar bintang dengan lima penjuru angin. Dengan demikian Al- Munir merupakan media massa dengan lambang bulan bintang. Sedangkan bulan bintang adalah lambang Islam. Jadi Al-Munir yang berlambang bulan bintang artinya adalah Al- Munir sebagai majalah yang beridentitas Islam.  Pada tengah-tengah halaman luar Al-Munir terdapat dua buah garis melintang dan di antara kedua garis tersebut terdapat tulisan "majalah agama Islam, pengetahuan dan perkhabaran". Kata-kata "majalah agama Islam, pengetahuan dan perkhabaran" menjadi motto bagi Al-Munir, yaitu sebagai media penyebarluasan agama Islam, ilmu pengetahuan dan perkhabaran.  Masih di antara dua garis melintang dan di bawah moto al- Munir, terdapat tulisan "…dikeluarkan oleh Jamaah Adabiyah di Padang pada tiap2 sehari bulan Arabi dan pertengahannya…". Artinya Al-Munir adalah kepunyaan syarikat Jami’ah Adâbiyah, dengan alamat di Jalan Pondok Padang. Seterusnya Al-Munir diterbitkan dua kali dalam sebulan, yaitu pada satu dan lima belas hari bulan Islam. Penetapan jadual penerbitan yang berpedoman kepada tahun Islam ini (hijriyah) sesuai dengan pedoman waktu kebanyakan bangsa Melayu ketika itu. 
Sarwan 5   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
Berbeda dengan halaman cover luar, penampilan halaman cover dalam tidak konsisten dan sering mengalami perubahan, terutama tentang ayat atau hadis, termasuk letaknya. Adakalanya ayat atau hadis yang dicantumkan hanya satu kali saja, seperti ayat atau hadis yang berkaitan dengan tajuk rencana hari raya dan puasa. Akan tetapi mulai penerbitan 1912 M, ayat dan hadis yang dicantumkan pada cover dalam, di atas tulisan ﺍﳌﻨﲑﹺ adalah surat al-Nahl, (Q.S, 16:125):  ﺍﺩﻉ ﺍﱃ ﺳﺒﻴﻞ ﺭﺑﻚ ﺑﺄ ﺍﳊﻜﻤﻪ  ﻭ ﺍﳌﻮﻋﻈﺔ ﺍﳊﺴﻨﺔ , dan di bawah tulisan ﺍﳌﻨﲑﹺ terdapat hadis yang berbunyi ﻗﻞ  ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺑﻌﺸﺖ ﺑﺎ ﳊﻨﻴﻔﻴﺔ ﺍﻟﺴﻤﺤﺔ . Berdasarkan huraian di atas dapat difahami bahawa dengan mencantumkan firman Allah dalam surat al-Nahl (Q.S. 16: 125) ini Al-Munir mahu mengajak ke jalan yang lurus dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik. Dan pencantuman hadis pula mengindikasikan bahawa Al-Munir bersifat pluralis, lapang, toleran terhadap perbedaan pendapat. Walaubagaimanapun toleransi yang difahami oleh Al-Munir ada koridornya, yaitu sepanjang bersesuaian dengan al-Qur'an dan Hadis. Sedangkan ayat yang tertulis pada sebelah kiri dan kanan adalah ayat yang diambil menjadi nama majalah Al-Munir, yaitu sebagai ”suluh yang menerangi” bangsa Melayu di Nusantara.
C. Manajemen Al-Munir Manajemen Al-Munir adalah orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan majalah ini, mereka adalah sebagai berikut; Pengurus (Manejer Executif); Haji Marah Muhammad bin ‘Abdul Hamid. Pengarang (Pimpinan Redaksi); Haji Abdullah Ahmad, Pertua/Direksi (Pimpinan Umum); Haji Sutan Jamaluddin Abu Bakar. Pemimpin dan pembantunya (Dewan dan Staf Redaksi); Haji Abdul Karim Amrullah Danau (Maninjau), Muhammad Dahlan Sutan Limbak Tuah (Padang), Haji Muhammad Taib Umar (Batu Sangkar), Sutan Muhammad Salim (Kotogadang). (Al-Munir, Vol 1, 1911: 1 dan Hamka, 1962
 6 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
:  99). Dari keterangan ini dapat diketahui bahawa terdapat tiga orang tokoh Kaum Muda Minangkabau yang memegang struktur penting kepengurusan majalah Al-Munir. Mereka adalah Haji Abdullah Ahmad, Haji Abdul Karim Amrullah Danau dan Haji Muhammad Taib Umar. Sedangkan tokoh-tokoh yang ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam majalah Al-Munir dan mereka terlibat secara langsung dalam strktur kepengurusan adalah: Abdullah Ahmad, Haji Abdul Karim Amrullah dan Haji Muhammad Taib Umar. Ketiga tokoh utama Kaum Muda ini juga penulis yang paling banyak pada majalah Al-Munir. Sedangkan pengurus-pengurus lain yang masuk dalam struktur organisasi Al-Munir tidak ada yang pernah menulis dalam majalah ini, kecuali Haji Marah Muhammad bin ‘Abdul Hamid, itupun tentang seruan kepada pelanggan yang berutang supaya melunasi utang-utangnya kepada Al-Munir. Penulis-penulis lain yang tidak masuk dalam struktur manajemen adalah H. Ibrahim Musa Parabek atau Inyiak Parabek dari Parabek, Bukittinggi. H. Abbas Abdullah dari Padang Japang, Payakumbuh, Zainuddin Labay El-Yunusy dari Padang Panjang, H. Muhammad Jamil Jambek atau Inyiak Jambek dari Bukittinggi dan lain-lain.  Dari stuktur pengelola dan dari penulis-penulis yang terdapat dalam majalah tersebut, dapat disimpulkan bahwa yang memegang kendali ke atas isi Al-Munir adalah ulama- ulama Kaum Muda, sedangkan tokoh-tokoh profesional yang ikut dalam mensukseskan majalah ini bertugas sebagai pelaksana tekhnis. 
D. Tujuan dan Materi Dakwah Al-Munir 
Sarwan 7   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
Setiap usaha mempunyai tujuan, sedangkan yang menjadi tujuan dakwah yang Al-Munir sudah dapat diketahui sejak edisi perdana Al-Munir. Berikut ini penulis kutip pernyatannya : “Pertama sekali ialah pemimpin dan pemajukan anak-anak bangsa kita melayu dan anak-anak Islam di Sumatera kita ini pada beragama yang lurus dan beritiqad yang betul supaya jangan terlanjur mereka itu kepada kejahatan yang sekali-sekali tiada dituntut agama seperti menghuraikan perikatan persetiaan dan menghabiskan tempo dan harta dengan jalan yang tiada berguna dan terlalai daripada kebajikan yang senantiasa dituntut agama seperti menokok dan menambah pengetahuan yang berguna dan mencari nafkah kesenangan hidup supaya sentosa pula mengerjakan suruhan agama. Dan kedua supaya berkekalan damai sentosa pada antara sama- sama manusia pada kehidupan dan supaya meneguhkan persetiaan kepada pemerintah. Dan ketiga ialah menerangi mereka itu daripada gelap kesamaran dan daripada kabut jahil kepada pengetahuan ilmu yaqin yang sebenarnya dan dari pada kejahatan sangka-sangka dan wahan-wahan yang salah kepada hakikat pekerjaan yang benar. (Al-Munîr, Vol. I, 1911: 5 dan Hamka, 1962 : 99). Dari kutipan di atas didapati tiga poin penting dari tujuan Al-Munir yaitu; pertama, mendorong terciptanya kemajuan hidup beragama dalam bidang aqidah dan ibadah secara murni dan konsekwen, dan tujuan kedua adalah menciptakan kehidupan sosial yang damai antara sesama manusia tanpa membedakan agama, bangsa dan negara, dan ketiga mendorong kemajuan bidang pendidikan, baik pendidikan agama mahupun umum.  Dakwah pada bidang politik tidaklah dijadikan sebagai maksud utama penerbitan Al-Munir, sekilas terkesan mereka pro kerajaan (”meneguhkan persetiaan”). Banyak ungkapan-
 8 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
ungkapan Al-Munir yang memuji pemerintah (Belanda), terutama peranannya dalam menciptakan stabilitas sosial dan sumbangannya dalam bidang pendidikan. Usaha ambil muka ini perlu dilakukan sebagai satu siasat supaya Al-Munir diberi izin untuk beredar dan menghindari kecurigaan pemerintah. Dalam istilah Abdullah Ahmad ”bergelap-gelap di dalam terang”. Akan tetapi efek tidak langsung dari pada penerbitan majalah ini membangkitkan kesadaran beragama, berbangsa dan bertanah air tidak bisa dipungkiri.  Metode dakwah al-Munir seperti yang ditulis pada cover Al-Munir ialah “Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik”. Meskipun ayat ini diputus dan tidak mencantumkan mujadalah sebagai salah satu metode yang dipakai, namun kalau diperhatikan mujadalahlah metode yang paling menonjol dari Al-Munir. Karena sebagahagian besar dari isi majalah Al-Munir adalah soal jawab dengan pembaca- pembacanya, bahkan para pembaca sangat antusias dengan soal jawab ini, sehingga Al-Munir terpaksa menseleksi, menunda bahkan tidak menerbitkan pertanyaan-pertanyaan pembaca karena keterbatasan halaman.   Isi majalah Al-Munir dapat dikelompokkan kepada; tajuk rencana, surat kiriman, rubrik, pertanyaan dan jawaban, berita dalam/luar negeri, iklan dan lain-lain (Al-Munir, juzu’ XXII, 1912: 1). Di antara isi majalah ini, pertanyaan dari pembaca yang menjadi langganan majalah ini dan  jawaban dari ulama- ulama Kaum Muda merupakan isi yang paling disenangi oleh pembaca/langganan Al-Munir. Ia selalu tersedia mulai dari penerbitan pertama sampai terakhir, umumnya bahagian ini berisi masalah hukum Islam berkaitan dengan akidah, ibadah dan mu’amalah.  Tidak semua pertanyaan yang diajukan kepada Al-Munir boleh dijawab oleh Kaum Muda, terkadang beberapa
Sarwan 9   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
pertanyaan dan jawaban disatukan saja untuk menghemat jumlah halaman. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dianggap penting, dijawab secara lengkap oleh Kaum Muda, bahkan ada jawaban terdiri dari beberapa halaman dan bersambung dari satu penerbitan kepada penerbitan berikutnya bahkan kepada terbitan berikutnya (tiga kali terbit). Ada pula jawaban dari pertanyaan yang diajukan kepada Al-Munir diterbitkan menjadi sebuah buku, hal ini dilakukan karena Kaum Muda merasa persoalan ini sangat penting dan ia perlu dijelaskan secara panjang lebar, dan ia hanya memungkinkan dilakukan melalui penerbitan sebuah buku. Ulama-ulama Kaum Muda yang banyak menjawab pertanyaan-pertanyaan pembaca pada majalah Al-Munir adalah Inyiak Rasul, Abdullah Ahmad dan Thaib ‘Umar. Di antara mereka Inyiak Rasul menjawab pertanyaan fikih yang agak rumit, dan umumnya beliau juga memberi jawaban yang agak panjang. Masalah ini bisa dimengerti karena Inyiak Rasul memang mempunyai kelebihan dalam bidang Ilmu Fikih dan Ilmu Ushul Fikih dibandingkan sahabat-sahabatnya di kalangan ulama Kaum Muda.
E. Agen dan Pembaca Al-Munir  Al-Munir terbit dua kali dalam sebulan, yaitu pada setiap 1 dan 15 hari bulan Arab, kebijakan Al-Munir berpedoman kepada bulan Arab dalam penerbitannya, karena ia mengikut masyarakat Islam yang lebih banyak berpedoman kepada tanggal Arab pada waktu itu dibandingkan dengan tanggal Romawi.  Untuk mendistribusikan majalah dan untuk memungut iuran langganannya majalah Al-Munir mempunyai paling kurang 31 agen di berbagai daerah, dengan perincian sebagai berikut (Syamsuri Ali, 1997 : 193). 
 10 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
Di daerah Aceh terdapat dua agen, yaitu di Kotaraja dan Sabang. Kedua agen ini menyalurkan majalah Al-Munir ke Meulaboh, Sabang, Oulele, Kotaraja, Tamiang, Langsa, Louksumawe, Kureng Kiwa, Krueng Mani, Singkel, dan Banda Aceh. Sedangkan di daerah Sumatera Utara terdapat lima agen, yaitu di Padang Sidempuan, Muara Sipongi dan Tapak Tuan. Agen yang berada di daerah ini merupakan agen penyalur Al- Munir ke Tapak Tuan, Binjai, Natal, Kotacane, Tanah Batu, Padang Sidempuan, Kota Nopan, Barus, Gunung Sitoli, Medan, Muara Sipongi, Lagkat, Labuhan Deli, Labuhan Balige, Pangkalan Brandan, Serdang, Deli, Sibolga, Tanjung Pura dan Sungai Rempah. Agen-agen Al-Munir di daerah ini terdapat di Padang, Pariaman, Padang Panjang, Bukittinggi, Payakumbuh, Batu Sangkar, Painan dan Sawah Lunto. Agen yang berada di daerah ini merupakan agen Al-Munir untuk penyebaran ke Air Bangis, Talu, Bonjol, Rao, Pariaman, Lubuk Sikaping, Payakumbuh, Batusangkar, Solok, Painan, Padang, Bukittinggi, Maninjau, Lubuk Basung, Muara Labuh, Sawahlunto Sijunjung dan Padang Panjang. Berdasarkan keterangan ini dapat diketahui bahwa agen Al-Munir paling banyak terdapat di daerah Sumatera Barat, sedangkan daerah penyalurannya tidak seluas atau sebanyak daerah lain. Banyaknya agen menunjukkan banyaknya pembaca Al-Munir di Sumatera Barat. Hal ini tidaklah mengherankan karena majalah ini diterbitkan dan di kelola oleh ulama-ulama yang berada di daerah ini. Di daerah Jambi hanya ada dua agen Al-Munir, yaitu di Sungai Penuh dan Bandar Jambi. Kedua agen ini menyalurkan majalah Al-Munir ke Batanghari, Muara Tembesi, Muara Sabah, Dusun Baru, Sungai Penuh dan Bandar Jambi. Dan di daerah Riau juga terdapat dua agen, yaitu di Bangkinang dan Teluk Kuantan. Kedua agen yang berada di daerah ini menyalurkan
Sarwan 11   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
Al-Munir di Bangkinang, Teluk Kuantan, Kampar, Sedanau, Tanjung Pinang, Tarempa, dan Pekan Baru. Di daerah Bengkulu hanya ada satu agen, yaitu di kota Bengkulu. Agen yang berada di daerah ini merupakan agen penyalur ke Manna, Bintuhan, Ketahun, Aur Gadang, Muko- Muko dan Bandar Bengkulen. Kemungkinan agen al-Munir di Bengkulu juga penyalur untuk daerah Sumatera Selatan, seperti Tebing Tinggi, Tanjung Balai, Martapura, Bangka, dan Palembang. Akan tetapi tidak dapat dipastikan apakah agen ini juga penyalur untuk daerah Lampung, seperti Kota Bumi, Menggala, Tulung Bawang, Krui dan Teluk Betung. Di Pulau Jawa ada dua agen, yaitu di Betawi dan Surabaya, Agen yang berada di daerah ini merupakan agen untuk menyalurkan majalah Al-Munir ke Bandung, Tasikmalaya, Bekasi, Semarang, Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Pacita, Madiun, Tuban dan Sampit. Di Pulau Borneo ada dua agen; di Kutai dan Mempawah, Agen yang berada di daerah ini merupakan agen untuk menyalurkan majalah Al-Munir ke Mempawah, Kutai, Martapura, Long Iram, Sambas, Pontianak, Mura Lisan, Balikpapan, dan Samarinda. Sedangkan di Semenanjung Malaysia al-Munir mempunyai agen penjualan di Ipoh, Perak, Agen yang berada di daerah ini merupakan agen untuk menyalurkan majalah Al-Munir ke Ipoh (Perak), Papan (Perak), Tanjung Rambutan (Perak), Kuala Kubu (Selangor), Kelumpang (Selangor), Ulu Jam (Selangor), Klang (Selangor), Raung (Selangor), Pahang, Johor Baharu (Johor), Kelantan, Kedah, dan Kuala Lumpur, Bangkok; dan Singapura (Syamsuri Ali, 1997 :193-195).   Dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa Al-Munir mempnyai jaringan yang sangat luas, berasal dari Sumatera Barat, disebarluaskan ke sebahagian besar daerah di Indonesia bahkan juga sampai ke luar negri. Menurut Samsuri Ali antara
 12 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
factor penyebab luasnya penyebaran majalah ini adalah karena memanfaatkan jaringan penyebaran majalah Al-Imam yang sudah berhenti penerbitannya (Syamsuri Ali, 1997 : 193-194). Hal ini bisa dibenarkan, karena seperti dijelaskan di awal bahwa Al-Munir mempunyai hubungan historis yang sangat dekat, bahkan majalah ini diterbitkan sebagai penerus visi dan misi Al-Imam. Boleh jadi karena Al-Imam tidak lagi terbit maka para langganannya beralih ke Al-Munir, karena itulah satu- satunya majalah Islam yang ada di Nusantara pada waktu itu. Menurut Syamsuri Ali jaringan distribusi atau penyebaran majalah Al-Munir lebih luas dan lebih banyak dibandingkan majalah Al-Imam (Syamsuri Ali, 1997 : 193-194). Kalau yang dimaksud oleh Syamsuri Ali di Indonesia itu dapat dibenarkan, tetapi kalau skopnya Nusantara, maka Al-Imam lebih merata dibandingkan Al-Munir. Kelebihan Al-Munir karena penyebarannya banyak di Indonesia, sedangkan wilayah dan penduduknya lebih banyak dibandingkan dengan Malaysia tentu saja distribusi atau penyebaran majalah Al-Munir lebih luas dan lebih banyak dibandingkan majalah Al-Imam Sejak penerbitan pertama, Al-Munir telah didistribusikan kepada pembaca di seluruh daerah Sumatera, Jawa dan Semenajung Melayu (Al-Munir, No. 3, 1912 : 48). namun demikian dalam perkembangan selanjutnya terjadi penambahan dan perkembangan jumlah pembaca seperti ke Sulawesi dan Kalimantan bahkan kemungkinan majalah ini juga sampai ke Thailand dan Kamboja (Aisyah De Feo, Wawancara: 2008).  Menurut Samsuri Ali tidak ada laporan jumlah oplah majalah Al-Munir (Syamsuri Ali, 1997 : 191) oleh karena itu beliau coba menghitung oplah majalah Al-Munir berdasarkan kepada jumlah langganan yang mengemukakan pertanyaan mulai dari terbitan pertama sampai kepada terbitan terakhir,
Sarwan 13   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
dari sini ia berkesimpulan bahwa langganan majalah Al-Munir berjumlah 765 orang, dan angka tersebut kemungkinannya bisa berkembang sehingga menjadi 1000 karena masih banyak nama-nama langganan yang tidak diumumkan (Harun Nasution, 1992: 692 dan  Syamsuri Ali, 1997: 191-192). Dalam hal ini Syamsuri Ali tidak cermat, karena majalah Al-Munir sendiri melaporkan bahwa langganannya berjumlah 2000 orang, hal ini bisa diketahui melalui kutipan di bawah ini (Al- Munir, No. 3, 1912 : 48) : “pertanyaan yang boleh dijawab hanyalah pertanyaan dari pelanggan, dan pertanyaan yang sama akan digabungkan saja, memandangkan kalau setiap pelanggan yang berjumlah 2000 orang bertanya dan meminta jawaban, maka halaman majalah Al-Munir tidak cukup halaman untuk menjawabnya.”  Dengan pernyataan Al-Munir ini jelaslah bahwa langganan Al-Munir sekitar 2000 orang. Dan merujuk kepada orang-orang yang mengemukakan pertanyaan kepada majalah Al-Munir ini juga dapat diketahui bahwa langganan-langganan majalah ini umumnya adalah para guru-guru agama atau ulama-ulama yang tersebar di berbagai daerah (Hamka, 1962 : 110-111).  Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Al-Munir adalah media dakwah Kaum Muda untuk menyampaikan pesan-pesan kebenaran kepada ulama-ulama, dan mereka berharap para ulama-ulama menjadi media perantara dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah Kaum Muda kepada masyarakat umum.
F. Sejarah Al-Munir  Sejarah penerbitan majalah sebagai media dakwah di Asia Tenggara diawali oleh Kaum Muda Malaysia dengan menerbitkan Al-Imam pada tahun 1906. Al-Imam sendiri dalam
 14 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
sejarahnya mendapat pengaruh dari Al-Manar, sedangkan Al- Manar mempunyai keterkaitan yang erat dengan al-Urwatul Wusqa, majalah yang diterbitkan oleh Jamaluddin Al-Afgahni dan M. Abduh di Paris Prancis. Kesemua media dakwah ini telah memberikan sumbangan yang sangat besar terhadap perkembangan dakwah islamiyah di dunia. Khusus untuk Al- Imam, media dakwah ini telah memberikan pengaruh yang sangat kuat dalam membangkitkan kesadaran agama, sosial, pendidikan dan politik orang-orang Melayu (umat Islam) di Asia Tenggara, dan salah satu daerah yang mendapat pengaruh paling kuat dari penerbitan Al-Imam adalah Minangkabau. Pengaruh Al-Imam di Minangkabau khususnya terhadap Kaum Muda dapat dirasakan dari respon mereka ketika berhentinya penerbitan majalah Al-Imam pada tahun 1909 M. Hamka mengatakan, ”Terhenti terbit majalah tersebut menyebabkan seakan-akan putuslah di tengah jalan penyambung lidah ulama-ulama pelopor pembaharuan itu, yang di dalamnya tergabung Ayahku, kawannya Haji Abdullah Ahmad dan ulama-ulama yang lain. Apatah lagi hubungan yang jauh, karena dibatasi oleh dua pemerintah jajahan (Inggris dan Belanda), hal itu menimbulkan minat dalam hati di Minangkabau hendak menerbitkan pula sambungan lidah di Alam Minangkabau sendiri” (Hamka:1982, 98). Meskipun kepakaran Kaum Muda di Minangkabau dalam berbagai seluk beluk ilmu agama tidak perlu diragukan, akan tetapi bisa dipastikan bahwa mereka belum berpengalaman dalam penggunaan majalah sebagai media dakwah. Untuk itu, mereka perlu belajar kepada orang atau kelompok yang sudah berpengalaman.  Ahirnya pada tahun itu juga Kaum Muda mengutus Abdullah Ahmad pergi ke Singapura untuk menemui pimpinan majalah Al-Imam (Hamka, 1962 : 99-100) guna
Sarwan 15   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
membicarakan rencana menerbitkan majalah dengan visi dan misi dakwah yang sama. Setelah kunjungan itu Kaum Muda Minangkabau menerbitkan majalah dengan nama Al-Munir, dengan demikian membuktikan bahwa antara Al-Munir dengan Al-Imâm mempunyai hubungan historis. Persoalannya, mengapa ke Singapura dan bukan ke tempat lain, tentu kerana Kaum Muda Indonesia sudah menjalin hubungan dengan Kaum Muda Malaysia sewaktu Al-Imam terbit, baik sebagai pembantu (penyalur), pembaca, penulis dan penyebar misi Al-Imam di Minangkabau. Bahkan jauh sebelumnya Kaum Muda Indonesia sudahpun mempunyai hubungan istimewa dengan Sheikh Tahir, yang merupakan salah seorang tokoh penerbit dan penulis pada Al-Imam, jadi sangat beralasan sekali mengapa Kaum Muda Minangkabau mencontoh Al-Imam. Pengaruh Al-Imam ke atas Al-Munir memang sangat mungkin terjadi, karena tokoh-tokoh utama yang mencetuskan ide penerbitan dan yang memimpin serta yang menulis pada Al-Munir adalah tokoh-tokoh yang menjadi perwakilan Al- Imam di Minangkabau dan juga mantan murid Sheikh Tahir, pimpinan majalah Al-Imam. Mereka adalah Abdullah Ahmad, Inyiak Rasul dan Inyiak Jambek.  Menurut sejarahnya, Al-Munir diterbitkan setelah dua tahun tiga bulan enam hari dalam perkiraan masehi, tepatnya adalah antara 1 Zulhijjah 1326 H/25 Disember 1908 M sampai 1 Rabi’ al-Akhir 1329 H/1 April 1911 M. (Al-Munir, Vol 1, 1911). Dari data yang diketahui belum ada majalah Islam yang diterbitkan di Indonesia sebelum tanggal tersebut, oleh karena itu Al-Munir merupakan majalah dakwah pertama di Indonesia. Dan di antara tahun 1911 dengan tahun 1916 tidak ada majalah Kaum Muda yang diterbitkan di Asia Tenggara, terutama di Semenanjung Malaysia dan Indonesia. Kalaupun
 16 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
ada majalah Kaum Muda yang diterbitkan setelah  Al-Munir (1916), maka penyebaran dan pengaruhnya tidak sebesar majalah ini. Hal ini menunjukkan bahawa Al-Munir merupakan penerus utama majalah Al-Imam. Singkatnya tenggang masa penerbitan terakhir Al-Imam dengan awal penerbitan Al-Munir menjadikan kedudukan Al- Munir sebagai pengganti dan penerus Al-Imam sangat penting, lebih-lebih lagi kebanyakan majalah Kaum Muda di Nusantara diterbitkan lama masanya selepas Al-Munir berhenti terbit, seperti Al-Ikhwân (1926-1931), Saudara (1928-1941) dan Semangat Islam (1929-1931), Al-Munir al-Manar (1919-1924), Al-Bayân (1919-1923), Al-Imâm  (1919-1920), Al-Basyîr (1920-1924) dan Al- Ittqân (1920-1922). Memang ada media dakwah Kaum Muda yang diterbitkan di Singapura pada masa yang bersamaan, yaitu Neraca (1911-1915), akan tetapi ia bukanlah dalam bentuk majalah, lagipula isi, penyebaran serta pengaruhnya tidak sekuat Al-Munir. Berdasarkan hal ini dapatlah disimpulkan bahawa Al-Munir merupakan penerus utama visi dan misi majalah Al-Imam dan ia juga merupakan majalah Islam pertama yang diterbitkan di Indonesia dan kedua di Nusantara selepas Al-Imam.  Adanya hubungan historis antara Al-Imam dengan Al- Munir, seperti yang dikemukakan di atas, juga dikemukakan oleh beberapa orang peneliti. Di antaranyua Ahmat B. Adam berkata Al-Munir mencontoh model Al-Imâm (Adam,1995). Lebih jelas lagi Deliar Noer mengatakan, Al-Munir mencontoh bentuk dan juga motto Al-Imam, banyak masalah-masalah yang sudah dimuat dalam Al-Imam kembali dimuat dalam Al-Munir. (Deliar Noer, 1982: 43). Sedangkan Mafri Amir yang melihat dari pendekatan sejarahnya mengatakan, Al-Munir merupakan pengganti dan penerus misi Al-Imâm di Nusantara. (Mafri Amir:  ). 
Sarwan 17   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
Apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh tersebut bukanlah berdasarkan dugaan semata, akan tetapi selepas mengetahui akar sejarah penerbitan kedua majalah tersebut. Salah satu kaedah yang boleh dipergunakan untuk membuktikan adanya hubungan historis antara keduanya adalah dengan menyelidiki persamaan dan perbedaan keduanya (Al-Imam dan Al-Munir). Di antaranya kesamaan bentuk dan penampilan, khususnya kemiripan penampilan luar (cover), kesamaan letter yang digunakan, format, isi dan lain-lain mempunyai kesamaan. Kesamaan dan kemiripan yang terdapat di antara kedua majalah ini (Al-Munir dan Al-Imâm) bukanlah kebetulan semata tetapi disengaja, kesengajaan itulah yang memperkuat asumsi bahawa secara historis Al-Munir diterbitkan sebagai penerus visi dan misi dakwah Al-Imâm. Kesamaan di antara kedua majalah ini, tidak berarti menafikan bahawa Al-Imam menjiplak sepenuhnya Al-Imam, karena Al-Munir sebagai “adik”, mampu menyempurnakan Al-Imam terutama dari segi isi.
G. Akhir Al-Munir Modal awal penerbitan Al-Munir ini berasal daripada bantuan rma para peniaga yang menjadi jamaah wirid pengajian Abdullah Ahmad di Padang, akan tetapi tentu tidak selamanya majalah ini mendapat bantuan keuangan yang berterusan daripada para saudagar. Setelah Al-Munir beredar dan mempunyai langganan, keuangannya sangat bergantung kepada iuran para langganan dan sedikit uang iklan.  Al-Munir dijual dengan harga 12 sen per juz (eksemplar). Sedangkan untuk berlangganan dikenakan harga f. 0.25 sebulan, dan f. 3 atau 4,50 dolar Hindi-Nederland setahun. Sayangnya uang langganan yang diharapkan bisa menutupi kos percetakan tidak mencukupi dan sering pula terlambat.
 18 Al Munir (1911-1916)  
Jurnal Ilmiah Dakwah dan Komunikasi 
Untuk membantu mengatasi kesulitan keuangan Al-Munir mendapat bantuan keuangan dari para dermawan seperti Sultan Sanbas, Sultan Pontanak di Borneo Kalimantan, dan Haji Abbas di Selangor, Malaysia dan daripada Abdullah Ahmad sendiri. Turutnya para sultan memberikan bantuan kepada majalah Al-Munir menunjukkan bahwa majalah dakwah ini mendapat perhatian luas di Asia Tenggara.  Terhentinya penerbitan majalah pembaharuan ini kata Mahmud Yunus, disebabkan karena percetakannya terbakar (Mahmud Yunus, 1996 : 79-83). Tetapi Syamsuri Ali berpendapat bahwa terhentinya penerbitan Al-Munir disebabkan karena kesulitan ekonomi (Syamsuri Ali, 1997 : 121- 122).  Penyebab yang dikemukakan Syamsuri Ali lebih dapat diterima, karena Al-Munir terutama pada akhir-akhir penerbitan, sering mengeluhkan kesulitan ekonomi yang dihadapinya. Kesulitan ekonomi jugalah yang mendorong Inyiak Rasul pergi ke Malaysia pada tahun 1916 untuk mencari donatur bagi Al-Munir, supaya majalah ini dapat beroperasi kembali (Hamka, 1962 : 110, 113). Kehadiran majalah Al-Munir sebagai media dakwah Kaum Muda Minangkabau telah membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan dakwah islamiyah di Indonesia. Sebagai majalah pertama, Al-Munir telah berjaya merangsang tokoh- tokoh Islam tidak saja di kalangan Kaum Muda akan tetapi juga dikalangan Kaum Tua untuk menerbitkan majalah sebagai alat untuk menyampaikan pendapat (dakwah) mengikut keyakinan masing-masing. Di antara majalah-majalah yang mendapat pengaruh dari Al-Munir di kalangan Kaum Muda adalah Al- Munir Al-Manar (1919-1924), Al-Imam (1919-1920), Al-Bayan (1919-1923), Al-Ittiqan (1920-1922) dan Al-Basyir (1920-1924). Bahkan Kaum Tua juga mendapat hikmah dengan menerbitkan
Sarwan 19   
AL-Munir 2  Vol I No.1 April 2009      
majalah tandingan seperti Soeloeh  Melajoe (1913-1915) dan lain- lain.   
Daftar Kepustakaan 
Al-Imam (1919-1920),  Al-Munir(1911-1916) Aisyah De Feo, 2008. Wawancara, Padang. Ahmat B. Adam. 1995. The Vernacular Press and the Emergence of Modern Indonesian Consciousness (1855-1913), (Southeast Asia Program, Cornell University, Ithaca New York). Burhanuddin Daya. 1990. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus Sumatera Thawalib. (Jakarta: Tiara Wacana). Cristian Dobin. 1983. Islamic Rivavilism in a Changing Peasent Economy Central Sumatra 1784-1847 (London : Guazon Press I, t.d.) Deliar Noer, 1982. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942. (Jakarta: LP3ES) Hamka. 1962. Ayahku. (Jakarta, Uminda) Harun Nasution. 1992. Ensiklopedi Islam Indonesoa. (Jakarta, Jambatan). Mafri Amir. 2000. Historiografi Pers Islam Indonesia: Mengenal Majalah Soeloeh Melajoe (1913-1915), (Jakarta: Quantum) Mahmud Yunus.1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta, Hidakarya Agung)  Sanusi Latief, M..1989. Gerakan Kaum Tua di  Minangkabau. Disertasi, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah) Syamsuri Ali. 1997. Al-Munir dan Wacana Pembaharuan Pemikiran Islam 1911-1915, Thesis Master (Padang; IAIN Imam Bonjol).

5 komentar:

  1. aslm...
    Bapak, Saya Rahmiwati, putri Minangkabau yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan magister di SPS UIN Jakarta...
    ada hal-hal terkait majalah al munir yang ingin saya tanyakan ke bapak... bisakah saya menghubungi bapak lewat gmail..?

    BalasHapus
  2. aslm...
    Bapak, Saya Rahmiwati, putri Minangkabau yang saat ini sedang melanjutkan pendidikan magister di SPS UIN Jakarta...
    ada hal-hal terkait majalah al munir yang ingin saya tanyakan ke bapak... bisakah saya menghubungi bapak lewat gmail..?

    BalasHapus
  3. Assalamualaikum Bapak, Saya Wan Madihah binti Wan Azmi. Pelajar dari Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Saya mahu bertanya jika Bapak mempunyai rujukan mengenai Syeikh M. Taib Umar yang merupakan salah seorang ulama Kaum Muda Minangkabau. Soalnya saya memerlukan rujukan tersebut untuk mini tesis degree saya.

    BalasHapus
  4. Waalaikum Salam, maaf saya tidak punya buku rujukan khas tentang beliau, tetapi dalam buku Hamka yang bertajuk "Ayahku", ada satu sub bab yang membincangkan tentang beliau dan buku "20 Ulama Minangkabau" karangan Sanusi Latif juga ada tentang beliau, saya dulu pernah bincang tentang tokoh ini dengan Bapak Elfi Chandra (Indonesia) yang mengambil program Ph.D di FPI (UKM), beliau mempunyai banyak rujukan tentang beliau...kalau ada maklumat tambahan akan saya beritahu, terima kasih.

    BalasHapus